Minggu, 13 November 2011

JABAT TANGAN SETELAH SHALAT


Berjabat tangan usai shalat fardhu sudah menjadi kebiasaan masyarakat, seakan sudah menjadi rangkaian shalat yang tidak mungkin ditinggalkan. Yang tidak biasa pun menjadi tenggelam, karena enggan menolak ajakan jabat tangan jama’ah shalat di sebelahnya. Lalu sejauh mana syari’at memandang hal ini?

Dua hadits yang mereka jadikan sandaran,


“Berjabat tanganlah setelah shalat fajar, maka Allah ta’ala akan menuliskan bagi kalian sepuluh pahala.”



“Berjabat tanganlah setelah shalat Ashar, maka akan dibalas dengan rahmat dan ampunan.”

Padahal jika kita mempelajari hadits ini, dalam kitab ‘As-Sa’ayah fie Kasyfie Amma fie Syarhil Waqayah : 256’ hadits ini adalah hadits “maudhu’” yang tidak boleh dijadikan landasan dalil, serta tidak boleh disandarkan kepada Rosulullah SAW. Kedustaan menjadi penyebab hadits ini, sehingga tidak boleh diriwayatkan, apalagi digunakan landasan dalil.

Yang Sunnah

Banyak dalil yang menganjurkan seorang muslim mengucapkan salam kepada saudara muslim lainnya dibarengi saling berjabat tangan. Di dalamnya terkandung banyak hikmah, di antaranya mempererat persaudaraan dan menjauhkan dari permusuhan. Rosulullah SAW bersabda,



“Bila salah seorang di antara kalian bertemu saudaranya, maka hendaknya ia ucapkan salam. Bila kedua telah terhalang oleh pohon, atau dinding atau batu, lalu ketemu kembali, maka hendaknya ia mengucapkan salam kembali kepadanya.” (HR. Abu Daud)

Melakukan sunnah ini, tidak berbeda apakah di dalam atau di luar masjid. Belum pernah satu pun dari generasi salaf, bahwa bila mereka selesai shalat lalu menengok kanan dan kiri untuk berjabat tangan. Andaikan saja pernah dilakukan, pasti ada sumber yang menceritakan hal tersebut, walau dengan jalan yang lemah.

Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang hal ini, beliau katakana, “Berjabat tangan setelah shalat adalah bid’ah bukan sunnah.” (Majmu’ Fatawa, 23/337)

Al-Laknawi berkata, “Telah banyak menyebar di zaman kami ini, di banyak negeri, terutama di negeri Dakni, ia adalah sumber bid’ah dan fitnah. Dua hal yang harus ditinggalkan : pertama, mereka tidak mengucapkan salam ketika masuk masjid, di waktu shalat fajar. Tapi mereka langsung masuk dan shalat sunnah dan shalat fardhu. Mereka saling mengucapkan salam setelah usai shalat. Ini tidak dibenarkan, ia disunnahkan bila bertemu, tidak ketika di majelis. Kedua, mereka saling berjabat tangan setelah selesai shalat fajar, ashar, ied, dan jum’at. Padahal salam disunnahkan ketikan bertemu.”

Kebiasaan berjabat tangan setelah shalat fardhu ternyata telah ada semenjak al-Izz bin Abdussalam dan al-Laknawi. Ketika itu hanya di dua waktu saja, tapi sekarang kebiasaan itu dilakukannya setiap usai shalat fardhu. Demikianlah sebuah amalan bid’ah, makin lama makin bertambah cara dan metodenya, sesuai dengan berjalannya waktu dan tempat di mana ia berkembang.

Rujukan,
1.      Ar-Risalah edisi : 47/ 32


Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Bagaimana hokum bersalaman setelah sholat, dan apakah ada perbedaan antara sholat fardhu dan sholat sunnah ?

Pada dasarnya disyari’atkan bersalaman ketika berjumpanya sesama muslim, Nabi r senantiasa menyalami para shahabatnya t saat berjumpa dengan mereka, dan para shahabat pun jika berjumpa mereka saling bersalaman, Anas bin Asy-Sya’bi rahimahulloh berkata, “Adalah para shahabat Nabi r apabila berjumpa mereka saling bersalaman, dan apabila mereka kembali dari bepergian, mereka berpelukan.”

Disebutkan dalam riwayat Bukhari (Kitab Al-Maghazi 4418) dan Muslim (kitab at-taubah 2769), bahwa Thalhah bin Ubaidillah t, salah seorang yang dijamin masuk surga, bertola dari halaqah Nabi r di masjidnya menuju Ka’ab bin Malik t ketika Alloh menerima taubatnya, lalu ia menyalaminya dan mengucapkan selamat atas diterimanya taubat. Ini perkara yang masyhur di kalangan kaum Muslimin pada masa Nabi r dan setelah wafatnya beliau.

Juga riwayat dari Nabi r bahwa beliau bersabda, “Tidaklah dua orang muslim berjumpa lalu bersalaman, kecuali akan bergugurlah dosa-dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohonnya” (HR. Abu daud, Kitab Al-Adab 5211-5212, A-Turmudzi Kitab Al-Isti’dzan 2728, Ibnu Majah kitab Al-Adab 3703)

Disukai bersalaman ketika berjumpa di masjid atau di dalam barisan, jika keduanya belum bersalaman sebelum sholat maka bersalaman setelahnya, hal ini sebagai pelaksanaan sunnah yang agung itu disamping karena hal ini bisa menguatkan dan menghilangkan permusuhan.

Kemudian jika belum sempat bersalaman sebelum sholat fardhu, disyari’atkan untuk  bersalaman setelahnya, yaitu setelah dzikir yang masyru’. Sedangkan yang dilakukan sebagian orang yaitu langsung bersalaman setelah sholat fardhu selesai, tepat setelah salam kedua, saya tidak tahu dasarnya. Yang tampak itu justru makruh karena tidak adanya dalil, lagi pula yang disyari’atkan bagi orang yang sholat pada saat tersebut adalah langsung berdzikir, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Nabi r setelah sholat fardhu.

Adapun sholat sunnah, maka disyari’atkan bersalaman setelah salam jika sebelumnya belum sempat bersalaman, karena jika telah bersalaman sebelumnya itu sudah cukup. (Fatawa Muhimmah Tata’allaqu bish sholah, Syaikh Ibnu Baz, 50-52)

Ar-risalah : 59/40

Tidak ada komentar:

Posting Komentar