Minggu, 13 November 2011

HUKUM SHALAT BERJAMA'AH


HUKUM SHALAT BERJAMA'AH

HUKUMNYA
Hukum shalat berjama'ah adalah fardlu a'in bagi setiap orang muslim laki-laki yang sudah terkena kewajiban shalat, kecuali bila ada udzur. Inilah adalah pendapat madzhab Hambali, yang diikuti oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Syaikh al-Albani, Syaikh Ibnu Bazz, Syaikh al-Utsaimin, Syaikh Shalih Fauzan.
Tapi, berjama'ah bukan-lah syarat syah shalat, sebagaimana yang dinashkan oleh Imam Ahmad bin Hambal. Artinya, orang yang meninggalkan shalat lima waktu dengan berjama'ah ia berdosa karena meninggalkan berjama'ah, tapi ia tetap wajib melaksanakan shalat itu, walau dengan sendirian.

* Menurut Jumhur Mufassirin bila telah selesai seraka’at, Maka diselesaikan satu rakaat lagi sendiri, dan Nabi duduk menunggu golongan yang kedua.
 ** Yaitu rakaat yang pertama, sedang rakaat yang kedua mereka selesaikan sendiri pula dan mereka mengakhiri shalat mereka bersama-sama Nabi.
1.      Dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda:

وَالذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبُ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوْتَهُمْ .

Artinya: "Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh saya berkeinginan menyuruh seseorang mengumpulkan kayu bakar, dan dinyalakan, lalu aku menyuruh untuk dikerjakan shalat, lalu dikumandangkan adzan, lalu aku suruh seseorang menjadi imam. Setelah itu aku akan mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjama'ah dan aku bakar rumah-rumah mereka."  (Muttafaq Alaih)

2.      Dari Abu Hurairah, beliau berkata: "Nabi didatangi seorang laki-laki buta, ia berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tidak memiliki seorang pemandu yang menuntunku ke masjid" kemudian ia meminta keringanan untuk shalat di rumahnya. Rasulullah-pun memberinya keringanan. Ketika ia berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata : "Apakah engkau mendengar adzan shalat?." Dia menjawab: "Ya." Beliau lantas berkata, "kalau begitu datanglah (untuk shalat berjama'ah)." ( R. Imam Muslim dan an-Nasa'i).

Imam al-Mundziri di dalam “Kitabul Ausath” berkata: "Diwajibkannya mendatangi jama'ah bagi orang buta, walaupun rumahnya jauh dari masjid, menunjukkan bahwa shalat berjama'ah adalah fardlu bukan sunnah. Kemudian disebutkan dalam hadits Abdullah bin Ummi Maktum, ia berkata: "Ya rasulullah! Sungguh di antara rumahku dan masjid banyak pohon kurma dan pepohonan (dalam riwayat lain: banyak serangga/melata dan binatang buas), apakah boleh bagiku shalat di rumah?" beliau bertanya ; "Engkau mendengar adzan? (dalam riwayat lain: engkau mendengar hayya 'alash shalah?)"  ia menjawab: "Ya." Beliau bersabda: "Datangilah (shalat jama'ah)." (hadits shahih riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ad-Daru Quthni)

3.      Di dalam hadits riwayat Imam Muslim, an-Nasa'i, Abu Dawud dan Ibnu Majah, dari Ibnu Mas'ud, Rasulullah menjelaskan bahwa seseorang yang meninggalkan shalat berjama'ah di masjid dan shalat dirumah masing-masing, berarti mereka telah meninggalkan sunnah Rasulullah dan barangsiapa meninggalkan sunnah Rasulullah  niscaya menjadi orang yang sesat.

4.      Dari Ibnu Abbas, dari Nabi beliau bersabda:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ ، فَلاَ صَلاَةَ لَهُ إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ
Artinya: "Barang siapa mendengar adzan, lalu ia tidak mendatanginya, kecuali karena ada udzur." ( Shahih Ibnu Majah, Imam al-Hakim dan al-Baihaqi )
5.      Ijma' para shahabat Rasulullah ; di antaranya:
a.       Perkataan Ibnu Mas'ud: "Tidaklah-lah meninggalkan shalat (shubuh) berjama'ah kecuali ia seorang munafik yang sudah diketahui."  
b.      Perkataan Ibnu Mas'ud:
مَنْ سَمِعَ الْمُنَادِي فَلَمْ يُجِبْ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
      Artinya: "Barangsiapa yang mendengar suara seseorang yang memanggil (muadzin), lalu tidak mendatanginya tanpa ada udzur, maka tidak ada shalat baginya."
c.       Perkataan Abu Musa al-Asy'ari:
مَنْ سَمِعَ الْمُنَادِي فَلَمْ يُجِبْ بغَيْرِ عُذْرٍ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
      Artinya: "Barangsiapa yang mendengar suara seseorang yang memanggil (muadzin), lalu tidak mendatanginya tanpa ada udzur, maka tidak ada shalat baginya."
d.      Perkataan Imam Ali:
لاَ صَلاَةَ لِجَارِ المَسْجِدِ إِلاَّ فِي المَسْجِدِ . قِيْلَ : وَمَنْ جَارُ المَسْجِدِ ؟ قَالَ : مَنْ سَمِعَ المُنَادِي
      Artinya: "Tidak ada shalat bagi tetangga masjid kecuali di masjid. Ada yang bertanya: Siapakah tetangga masjid itu? Beliau mejawab: Orang yang mendengar suara muadzin." (dikeluarkan oleh Imam Abdul Razaq dan Baihaqi, tapi dilemahkan oleh Al-Hafidz)
e.       Perkataan Imam Ali:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ مِنْ جِيْرَانِ الْمَسْجِدِ وَهُوَ صَحِيْحٌ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
      Artinya: "Barangsiapa (tetangga masjid) yang mendengar adzan, dan ia dalam keadaan sehat tanpa ada udzur, maka tidak ada shalat baginya." (Dikeluarkan oleh Imam Abdul Razaq, ad-Daru Quthni dan Baihaqi).
f.       Perkataan Imam al-Hasan bin Ali:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ ، لَمْ يَتَجَاوَزْ صَلاَتُهُ رَأْسَهُ إِلاَّ مِنْ ُعُذْرٍ
      Artinya: "Barangsiapa mendengar adzan, lalu tidak mendatanginya, maka shalatnya tidak akan melewati kepalanya (tidak diterima) kecuali karena ada udzur."
g.      Perkataan Abu Hurairah:
لَأَنْ تَمْتَلِئَ أُذُنَا ابْنِ آدَمَ رَصَاصاً مُذَاباً ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْمَعَ المُنَادِي ثُمَّ لاَ يُجِيْبُهُ
      Artinya: "Seandainya Kedua telinga seseorang dipenuhi dengan timah yang meleleh, itu lebih baik daripada ia mendengar suara muadzin kemudian tidak mendatanginya." (Al-Muhalla).
h.      Perkataan 'Aisyah Ummul Mukminin:
مَنْ سَمِعَ المُنَادِي فَلَمْ يُجِبْ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ ، لَمْ يَجِدْ خَيْرًا ، وَلَمْ يُرِدْ بِهِ
      Artinya: "Barangsiapa yang mendengar suara seseorang yang memanggil (muadzin), lalu tidak mendatanginya tanpa ada udzur, maka ia tidak akan mendapat kebaikan dan tidak menginginkannya." (Imam Abdul Razaq dan Baihaqi).
i.        Perkataan Ibu Abbas:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ ثُمَّ لَمْ يُجِبْ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَلَا صَلاَةَ لَهُ
      Artinya: "Barangsiapa mendengar adzan, lalu tidak mendatanginya tanpa ada udzur, maka tidak ada shalat baginya." (HR. Ibnu Majah, Ibnu HIbban, ad-Daru Quthni dan al-Baihaqi).
j.        Imam Mujahid berkata, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Abbas, ia berkata: "Ada seorang laki-laki selalu berpuasa di siang harinya dan qiyamul lail di malam harinya, tapi ia tidak menghadiri shalat jumu'ah dan jama'ah?" Ibnu Abbas berkata : "Ia di Neraka". Besoknya ia datang dan bertanya lagi tentang itu. Beliau mejawab: "Ia di Neraka." Satu bulan berikutnya ia datang lagi dan bertanya seperti itu. Beliau tetap menjawab: "Ia di Neraka." (HR, at-Tirmidzi)


[1] Shalat fardlu lima waktu.
[2] Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, DR. Wahbah Az-Zuhaili : 2/1169.
[3] Kitabush shalah wa hukmu tarikiha, Ibnu qayyim al-jauziyah, hlm. 124 -126.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar