BAB I
RIBA DAN BUNGA BANK
DALAM PANDANGAN ISLAM
1-1. Riba dan Bunga Bank
Ribamerupakan sebagiandari kegiatan ekonomi yang telah berkembang sejak zaman jahiliyah. Bagi mereka yang berhutang kalau pada saat jatuh tempo untuk membayar ternyat atidak dapat menunaikannya maka bunga yangseharusnya dibanyarkan oleh peminjamnya kemudian dimasukan sebagian tambaha pkok pinjaman.,Dan nanti kalau terjadi kelambatan lagi maka cara peritunganya akan sanma dengaan perhitungan sebelumnya, bunga yang tak terbanyarkan akan dijadika tamhan pokok pinjaman.
Kondisi semacam itu akan semakin terbelenggu dengan hutang yang tak terpikulkan lagi. Sebab bunga yang berbunga seperti di atas nantinya justu akan lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan jumlah pokok modal yang dipinjamnya.Kehidupanmasyarakatyangtelahterbelengguolehsistemperkonomianyangmemebiarkan prakterk bunga berbnga sdah paesti bertentangan dengancita-citahidupan masyarakat yang berkeadilan social, bertentangan hidup dengan suasan yang penuh dengan kasih saying dan masyarkat yang marhamah. Sistem pinjam meminjam yang berlandaskan bunga yang menguntungkan kaum pemilik modal, sebaliknya menjerumuskan ke lembah duka kaum dhufa dan fuqara sevara lantang dicela dengan keraas oleh ajaraan islam. Riba yang ditandai denagn bunga yan gberakumulasi yang dalanm terminology al-Quran digambarkan sebagi "adla'afan mudlaafah"berlipat ganda diharamkan sekali. Sebab dengan praktik serupa itu akan menimbukkan sekian banyak sosial yang negative. Disatu pihak ada unsur eksploitasi atau perasan dari orangkaya terhadap golongan lemah dan miskin dan dilain pihak dengan praktik serupa itu akan menghilangkan nilai tolong menolong dalam kebajikan dalamhidup bermasyakat,serta akan memberikan kesempatan seluas-luasnyapenumpukanjiwamaterialisticdalamtatapergaulanhidupbermasyarakat.Begitujugadenganbungabankyangsudahlamakeberadaannya,kononbankyangberbungainiterjadi/awalnyaketikazamanksatiratemplar(bacabuku:knighttemplarknighChristian)yangmeminjamkanuangnya kepada para raja erofa dengan cara sistem administrasiyangrapi.Masyarakatmenganggap bank (konvensional) sebagai solusi untukmembantumemecahkanmasalahperekonomiannya tetapi pada kenyataaannya banktidakmembatukepadamasyarkatyangmembutuhkannyatetapimalahmencekiknyaataumerugikannya.Sehingga dari permasalahan tersebut muncullah bank yang berlabelislamdisanatidakada praktik bunga tetapi yang ada hanya sistem bagi hasil.
1-2. Pengertian Riba dan Bank
Kata riba berasal dari bahasa arab, yang secara etimologis berarti "tambahan"
(ziyadah) atau "kelebihan". Ada pendapat lain yang mengatakan riba berarti mengambil harta orang lain tanpa adanya imbalan yang memadai. Sedangkan, dalam kamus al- Munawir "arba rajulun" mengambil lebih banyak dari pada yang ia berikan (pinjamkan). Sehubungan dengan arti kata riba dari segi bahasa tersebut,ada ungkapan orang arab kuno yang menyatakan sebagai berikut; arba fulan'alafulanidhaazada'alahi(seseorang melakukan riba (arba) jika di dalamnya terdapattambahan.Ada beberapa ayat al-Quran yang mempunyai arti tambahan. Misalnya,surahal-Hajj:5;….dan kamu lihat bumi itu kering, kemudian apabila telah kami turunkan aiur diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang indah. Arti kata riba dalam surat iniadalahbertambahnyakesuburanatastanah.Sejalandengan ini, bisa juga dilihat dalamsuratan-Nahl92;……... disebabkan adanya satu golongan yang lebih benayuakjumlahnya(arba)darigolongan yang lain.Pengertian di atas masih secara umumsifatnya,danbelummenentukanjenisriba apa yang diharamkan. Menurut sebagianparamufassir,jikasuatukatamendapatsandang (alif dan lam), maka kata tersebutmenunjukterhadapsuatukasustertentu.Misalnya seperti kata al-riba yang dimaksudadalahpraktikpengambilanuntungdari
debitur yang sudah biasa berlaku di kalangan orang arab pra-islam ketika alQuran
diturunkan. Dengan pemahanan ini, dapat di simpulkan bahwa untuk memahami surat ayat maka dibutuhkan suatu pengetahuan tentang sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut. Setelah itu, barulah para ulama membuat definisisesuaidenganpemahaman mereka. Begitu juga dengan definisi tentang riba disiniparaulamamemberikan definisinya setelah mereka mendalami suatu ayat tersebut"riba”adalah bunga kredit yang harus diberikan oleh orang yang berhutang (kreditor) kepada orang yang berhutang(debitor),sebagai imbalan untuk menggunakan sejumlah uang milik debitor dalam jangka waktu yang telah
1-3. Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhldanribanasi�ah.
a.Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang(muqtaridh).
b.Riba Jahilliyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
c. Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi . Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi'ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
BAB II
Tinjauan Larangan Riba
dan Dampak yang Disebabkan
2-1. Tinjauan larangan riba dari praktik yang dilakukan masyarakat Arab
Persoalan yang selalu dimunculkan pada setiap kali ada diskusi tentang apakah bunga bank sama dengan riba adalah tidak dicantumkannya secara eksplisit kata “bunga” di dalam Al-Qur’an dan Hadist. Mereka tidak meragukan, bahwa apa yang diharamkan itu adalah riba sebagaimana disebutkan dalam lima ayat yang berbeda dalam Al-Qur’an. Kelima ayat itu adalah sebagai berikut:
1. QS. Ar-Rum (30): 39 di Mekkah.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah itu, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
2. QS. An-Nisa (4): 161 di Madinah.
“…dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”
3.QS.Ali-Imran(3):130diMadinah.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
4.QS.Al-Baqarah(2):275-276diMadinah.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka,mereka kekal didalamnya.”“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
5.QS.Al-Baqarah(2):278-279diMadinah.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu ornag-orang yang beriman.”
“Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) diani
2.2. Dampak Negativ yang Terjadi
a. Dampak Ekonomi
Di antara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dan penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-negara penghutang harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga, terjadilah hutang yang terus-menerus. Ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuhmasyarakatdunia.
b. Dampak Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang dipinjam-kannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari dua puluh lima persen? Semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok atau lusa. Dan siapapun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, berarti orang sudah memastikan bahwa usahayangyangdikelolapastiuntung.
BAB III
Pandangan Mufasir Seputar Riba
3-1. Pandangan Mufassir Sekitar Ayat-Ayat Riba
a. Al-Quran
Ada sejumlah ayat al-Quran dan beberapa sunnah nabi yang membicarakan riba. Tetapi ayat-ayat al-Quran tersebut, hanya membicarakan riba yang berhubungan dengan pinjam-meminjam. Sementara riba jual beli dibahas dalam sunah nabi.
Ayat-ayat al-Quran, yang umumnya dicatat ulama, ketika berbicara tentang riba adalah
al-Baqarah:278-279, al-Imran:130-131, an-Nisa:160-161, ar-Rum:39.
1.al-Baqarah:278-279
2.al-Imran:130-131
3.an-Nisa:160-161
4.ar-Rum:39
Dengan memperhatikan ayat-ayat tersebut di atas, ada ayat yang secara tegas
mengharamkan riba. Ada juga yang memang tegas melarang, tapi masih berupa
gambaran umum dan belum mencakup seluruh.
Dilihat dari turunnya ayat, ternyata tidak cuma hanya satu ayat yang turun
menjelaskan tentang haramnya perbuatan riba. Dengan kata lain, dalam mengobati
penyakit social, al-Quran menggunakan cara yang berangsur-angsur. Seperti pelarangandalan riba, al-Quran tidak langsung mengatakan hukumnya haram, tetapi teori bertahap dan berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
Menurut para mufasir dan fuqaha, ayat yang pertama diturunkan adalah surah ar- Rum:39. Pada ayat ini terlihat bahwa al-Quran belum mengharamkan riba secara tegas. Tetapi hanya memberi penjelasan, bahwa Allah membenci memberikan sesuatu kepada orang lain dengan harapan untuk mendapat tambahan atau kelebihan dan perlu dicatat, bahwa ayat ini merupaka ayat yang diturunkan di mekkah. Tahapan kedua adalah ayat yang diturunkan di Madinah, yaitu an-Nisa:160-161,
pada ini, Allah memberi cerita orang-orang yahudi yang telah mengambil riba dari
orang lain dan memakannya dengan keyakinan, bahwa riba dihalalkan bagi mereka.
Padahal Allah telah mengharamkannya. Ayat ini pun belum memberikan penjelasan
secara tegas memberikan larangan riba kepada orang Islam. Melainkan masih bersifat
pemberitaan gambaran kejahatan orang-orang Yahudi.
Tahapan berikutnya, ayat 130-131 surat al-Imran, masih sama dengan yang
sebelumya diturunkan di madinah. Dari ayat ini terlihat jelas tentang pengharaman riba, namun masih bersifat parsial, belum secara menyeluruh. Sebab pengharaman riba pada ayat ini baru pada riba yang berlipat ganda (adh'afan mudha'afah) dan sangat memberatkan bagi sepeminjam, disejajarkan dengan larangan melakukan shalat bagi orang yang sedang mabuk.Tahapan keempat surat al-Baqarah:275-279. Dengan turunnya ayat ini, khusus 278, menurut umumya ulama, menjadi dasar pengharaman semua bentuk riba, baik sedikit Maupun banyak. Pengaharaman di sini sama dengan pengaharaman minum khamar pada akhirnya dilarang secara tegas dan jelas.
b. Sunah Nabi
Beberapa hadis yang membicarakan riba, misalnya bisa dilihat sebagai berikut:
1. Nabi bersabda; emas dengan emas sebanding, perak dengan perak sebanding,
korma dengan korma sebanding, garam dengan garam sebanding, gandum
dengan gandum sebanding, barang siapa yang meanambah dan meminta
tambahan, maka sesungguhnya dia melakukan riba, juallah emas dengan perak
terserah kepadamu dengan kontan dan juallah gandum dengan korma terserah
kepada mu dengan kontan dan juallah sha'r dengan korma terserah kepada mu
dengan kontan.
2. Sunah lain sabda nabi yuang mengatakan: emas dengan emas perak dengan
perak, gandum dengan gandum, sha'r dengan sha'r, korma dengan korma, dan
garam dengan garam, sebanding sama dan juga harus kontan. Karena itu,
apabila jenis ini berbeda, maka juallah sekehendakmu asalkan kontan. (HR.
Muslim).
3. Bahwa nabi Muhammad saw memperkerjakan seorang di daerah khaibar,
kamudian orang datang kepada beliau membawa korma yang baik, lalu beliau
bertanya "apa semua korma khaibar seperti ini? Orang itu menjawab tidak, demi
Allah wahai Rasulullah, kami mengambil (menukar) satu sha dari jenis ini
dengan dua sha jenis yang lain. Lalu Rasulullah bersabda; janganlah berbuat
begitu, juallah kurma yang jelek dengan dirham, kemudian belilah kurma
dengan dirhamn itu. (HR. Bukhari dan Muslim).
3-2. Penjelasan Mufassir
Menurut Muhammad Ali al-Shaubuni, bahwa semua bentuk riba hukumnya
haram. Beliau membantah terhadap orang yang berpendapat bahwa riba hanya terdapatpada perlipatan ganda; pertama, lipat ganda bukanlah sebuah syarat dan bukan juga Qayyid. Tujuan dari ungkapan ini, hanya mengungkapkan tentang betapa banyakjumlah orang arab pra-islam yang melakukan praktek riba semacam ini. Kedua, kaum muslim sudah sepakat (ijma) tentang pengharaman riba, baik sedikit ataupun banyak suatu preventif harus diusahakan jauh-jauh sebelumnya. Ketiga, ayat-ayatyang melarang riba tidak membedakan antara sedikit dengan banyak. Untuk menguatkan pendapat ini, ash-Shaubuni menulis ayat-ayat yang melarang riba dalam suratal-Baqarah dan al-Imran. Kemudian ditambah dengan hadis nabi yang diriwayatkan dari jabir bahwa "akan dilaknat orang-orang yang memakan, memberi, penulis dan sanksi dalam riba, dan mereka semua itu mempunyai hukuman atau status yang sama." Setelah menyimpulkan kajian ini, ash-Shabuni menulis rahasia pengharamariba yang menurutnya, minimal ada tiga; bagi diri sendiri, bagi masyarkat dan pemborosan, hitungannya dengan rahasia pertama, bagi diri sendiri, menurut al-Shaubuni,bahwa dengan riba akan membuat orang mempuyai sifat individualis, yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan kepentingan oranglain.dengan riba seseorang hanya senantiasa berpikir apa yang menguntungkan bagidirinyasendiri,tanpa berpikir apakah hal itu merugikan orang lain atau tidak.Hubungannya dengan efek negative kepada masyarakat yang ada di sekeliling
pelaku riba, bahwa dengan melakukan riba, akan memunculkan kebencian dan
permusuhan sebaliknya sifat saling tolong menolong dan cinta mencintai atau sayang
menyayangi akan musnah. Semantara agama sendiri senantiasa menganjurkan untuk
senantiasa saling tolong menolong dan sayang menyayangi antara sesama manusia.
Dengan demikian, efek negative melakukan riba, di dalam kehidupan masyarakat,
benar-benar bertentangan dengan tuntunan agama.
Sejalan dengan itu, pelaku riba ini menurut ash-Shaubuni, juga akan mempunyai
sifat pemborosan, sebuah sifat yang jelas-jelas dilarang oleh agama. Sebab itu sudah
menjadi kebiasaan, kalau seseorang mendapatkan harta dengan jalan yang mudah,
biasanya akan sangat mudah juga menghambur-hamburkannya, yang berarti akan
memunbuhkan sifat pemboros. Pengaharaman prilaku riba ekonomi yang mengandungmuatanribamunculsebagai konsekuensi dari kasus yang dipraktekkan masyarakatarabpra-Islam(jahilliayah) yang berakibat adanya penindasan sehingga muncul riba jahiliyah.Setelah mencatat beberapa riwayat yang menceritakan perilaku bangsa arab pra- islam, ash-Shaubuni mengatakan bahwa praktek riba yang diaklukan pra-Islam adalah adh'afan mudha'fah. Namun yang mengharamkan riba bukan Karena unsur itu, tetapi lebih karena adanya unsur penganiayan (dhulum). Hal ini dipertegas dengan surah al- Baqarah/279 (kalau kamu bertobat, maka bagi kamu pokok modal, dan janganlah menganiaya dan mau dianiaya)
RIBA DAN BUNGA BANK
DALAM PANDANGAN ISLAM
1-1. Riba dan Bunga Bank
Ribamerupakan sebagiandari kegiatan ekonomi yang telah berkembang sejak zaman jahiliyah. Bagi mereka yang berhutang kalau pada saat jatuh tempo untuk membayar ternyat atidak dapat menunaikannya maka bunga yangseharusnya dibanyarkan oleh peminjamnya kemudian dimasukan sebagian tambaha pkok pinjaman.,Dan nanti kalau terjadi kelambatan lagi maka cara peritunganya akan sanma dengaan perhitungan sebelumnya, bunga yang tak terbanyarkan akan dijadika tamhan pokok pinjaman.
Kondisi semacam itu akan semakin terbelenggu dengan hutang yang tak terpikulkan lagi. Sebab bunga yang berbunga seperti di atas nantinya justu akan lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan jumlah pokok modal yang dipinjamnya.Kehidupanmasyarakatyangtelahterbelengguolehsistemperkonomianyangmemebiarkan prakterk bunga berbnga sdah paesti bertentangan dengancita-citahidupan masyarakat yang berkeadilan social, bertentangan hidup dengan suasan yang penuh dengan kasih saying dan masyarkat yang marhamah. Sistem pinjam meminjam yang berlandaskan bunga yang menguntungkan kaum pemilik modal, sebaliknya menjerumuskan ke lembah duka kaum dhufa dan fuqara sevara lantang dicela dengan keraas oleh ajaraan islam. Riba yang ditandai denagn bunga yan gberakumulasi yang dalanm terminology al-Quran digambarkan sebagi "adla'afan mudlaafah"berlipat ganda diharamkan sekali. Sebab dengan praktik serupa itu akan menimbukkan sekian banyak sosial yang negative. Disatu pihak ada unsur eksploitasi atau perasan dari orangkaya terhadap golongan lemah dan miskin dan dilain pihak dengan praktik serupa itu akan menghilangkan nilai tolong menolong dalam kebajikan dalamhidup bermasyakat,serta akan memberikan kesempatan seluas-luasnyapenumpukanjiwamaterialisticdalamtatapergaulanhidupbermasyarakat.Begitujugadenganbungabankyangsudahlamakeberadaannya,kononbankyangberbungainiterjadi/awalnyaketikazamanksatiratemplar(bacabuku:knighttemplarknighChristian)yangmeminjamkanuangnya kepada para raja erofa dengan cara sistem administrasiyangrapi.Masyarakatmenganggap bank (konvensional) sebagai solusi untukmembantumemecahkanmasalahperekonomiannya tetapi pada kenyataaannya banktidakmembatukepadamasyarkatyangmembutuhkannyatetapimalahmencekiknyaataumerugikannya.Sehingga dari permasalahan tersebut muncullah bank yang berlabelislamdisanatidakada praktik bunga tetapi yang ada hanya sistem bagi hasil.
1-2. Pengertian Riba dan Bank
Kata riba berasal dari bahasa arab, yang secara etimologis berarti "tambahan"
(ziyadah) atau "kelebihan". Ada pendapat lain yang mengatakan riba berarti mengambil harta orang lain tanpa adanya imbalan yang memadai. Sedangkan, dalam kamus al- Munawir "arba rajulun" mengambil lebih banyak dari pada yang ia berikan (pinjamkan). Sehubungan dengan arti kata riba dari segi bahasa tersebut,ada ungkapan orang arab kuno yang menyatakan sebagai berikut; arba fulan'alafulanidhaazada'alahi(seseorang melakukan riba (arba) jika di dalamnya terdapattambahan.Ada beberapa ayat al-Quran yang mempunyai arti tambahan. Misalnya,surahal-Hajj:5;….dan kamu lihat bumi itu kering, kemudian apabila telah kami turunkan aiur diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang indah. Arti kata riba dalam surat iniadalahbertambahnyakesuburanatastanah.Sejalandengan ini, bisa juga dilihat dalamsuratan-Nahl92;……... disebabkan adanya satu golongan yang lebih benayuakjumlahnya(arba)darigolongan yang lain.Pengertian di atas masih secara umumsifatnya,danbelummenentukanjenisriba apa yang diharamkan. Menurut sebagianparamufassir,jikasuatukatamendapatsandang (alif dan lam), maka kata tersebutmenunjukterhadapsuatukasustertentu.Misalnya seperti kata al-riba yang dimaksudadalahpraktikpengambilanuntungdari
debitur yang sudah biasa berlaku di kalangan orang arab pra-islam ketika alQuran
diturunkan. Dengan pemahanan ini, dapat di simpulkan bahwa untuk memahami surat ayat maka dibutuhkan suatu pengetahuan tentang sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut. Setelah itu, barulah para ulama membuat definisisesuaidenganpemahaman mereka. Begitu juga dengan definisi tentang riba disiniparaulamamemberikan definisinya setelah mereka mendalami suatu ayat tersebut"riba”adalah bunga kredit yang harus diberikan oleh orang yang berhutang (kreditor) kepada orang yang berhutang(debitor),sebagai imbalan untuk menggunakan sejumlah uang milik debitor dalam jangka waktu yang telah
1-3. Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhldanribanasi�ah.
a.Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang(muqtaridh).
b.Riba Jahilliyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
c. Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi . Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi'ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
BAB II
Tinjauan Larangan Riba
dan Dampak yang Disebabkan
2-1. Tinjauan larangan riba dari praktik yang dilakukan masyarakat Arab
Persoalan yang selalu dimunculkan pada setiap kali ada diskusi tentang apakah bunga bank sama dengan riba adalah tidak dicantumkannya secara eksplisit kata “bunga” di dalam Al-Qur’an dan Hadist. Mereka tidak meragukan, bahwa apa yang diharamkan itu adalah riba sebagaimana disebutkan dalam lima ayat yang berbeda dalam Al-Qur’an. Kelima ayat itu adalah sebagai berikut:
1. QS. Ar-Rum (30): 39 di Mekkah.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah itu, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
2. QS. An-Nisa (4): 161 di Madinah.
“…dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”
3.QS.Ali-Imran(3):130diMadinah.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
4.QS.Al-Baqarah(2):275-276diMadinah.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah, Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka,mereka kekal didalamnya.”“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
5.QS.Al-Baqarah(2):278-279diMadinah.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu ornag-orang yang beriman.”
“Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) diani
2.2. Dampak Negativ yang Terjadi
a. Dampak Ekonomi
Di antara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dan penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-negara penghutang harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga, terjadilah hutang yang terus-menerus. Ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuhmasyarakatdunia.
b. Dampak Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang dipinjam-kannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari dua puluh lima persen? Semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok atau lusa. Dan siapapun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, berarti orang sudah memastikan bahwa usahayangyangdikelolapastiuntung.
BAB III
Pandangan Mufasir Seputar Riba
3-1. Pandangan Mufassir Sekitar Ayat-Ayat Riba
a. Al-Quran
Ada sejumlah ayat al-Quran dan beberapa sunnah nabi yang membicarakan riba. Tetapi ayat-ayat al-Quran tersebut, hanya membicarakan riba yang berhubungan dengan pinjam-meminjam. Sementara riba jual beli dibahas dalam sunah nabi.
Ayat-ayat al-Quran, yang umumnya dicatat ulama, ketika berbicara tentang riba adalah
al-Baqarah:278-279, al-Imran:130-131, an-Nisa:160-161, ar-Rum:39.
1.al-Baqarah:278-279
2.al-Imran:130-131
3.an-Nisa:160-161
4.ar-Rum:39
Dengan memperhatikan ayat-ayat tersebut di atas, ada ayat yang secara tegas
mengharamkan riba. Ada juga yang memang tegas melarang, tapi masih berupa
gambaran umum dan belum mencakup seluruh.
Dilihat dari turunnya ayat, ternyata tidak cuma hanya satu ayat yang turun
menjelaskan tentang haramnya perbuatan riba. Dengan kata lain, dalam mengobati
penyakit social, al-Quran menggunakan cara yang berangsur-angsur. Seperti pelarangandalan riba, al-Quran tidak langsung mengatakan hukumnya haram, tetapi teori bertahap dan berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
Menurut para mufasir dan fuqaha, ayat yang pertama diturunkan adalah surah ar- Rum:39. Pada ayat ini terlihat bahwa al-Quran belum mengharamkan riba secara tegas. Tetapi hanya memberi penjelasan, bahwa Allah membenci memberikan sesuatu kepada orang lain dengan harapan untuk mendapat tambahan atau kelebihan dan perlu dicatat, bahwa ayat ini merupaka ayat yang diturunkan di mekkah. Tahapan kedua adalah ayat yang diturunkan di Madinah, yaitu an-Nisa:160-161,
pada ini, Allah memberi cerita orang-orang yahudi yang telah mengambil riba dari
orang lain dan memakannya dengan keyakinan, bahwa riba dihalalkan bagi mereka.
Padahal Allah telah mengharamkannya. Ayat ini pun belum memberikan penjelasan
secara tegas memberikan larangan riba kepada orang Islam. Melainkan masih bersifat
pemberitaan gambaran kejahatan orang-orang Yahudi.
Tahapan berikutnya, ayat 130-131 surat al-Imran, masih sama dengan yang
sebelumya diturunkan di madinah. Dari ayat ini terlihat jelas tentang pengharaman riba, namun masih bersifat parsial, belum secara menyeluruh. Sebab pengharaman riba pada ayat ini baru pada riba yang berlipat ganda (adh'afan mudha'afah) dan sangat memberatkan bagi sepeminjam, disejajarkan dengan larangan melakukan shalat bagi orang yang sedang mabuk.Tahapan keempat surat al-Baqarah:275-279. Dengan turunnya ayat ini, khusus 278, menurut umumya ulama, menjadi dasar pengharaman semua bentuk riba, baik sedikit Maupun banyak. Pengaharaman di sini sama dengan pengaharaman minum khamar pada akhirnya dilarang secara tegas dan jelas.
b. Sunah Nabi
Beberapa hadis yang membicarakan riba, misalnya bisa dilihat sebagai berikut:
1. Nabi bersabda; emas dengan emas sebanding, perak dengan perak sebanding,
korma dengan korma sebanding, garam dengan garam sebanding, gandum
dengan gandum sebanding, barang siapa yang meanambah dan meminta
tambahan, maka sesungguhnya dia melakukan riba, juallah emas dengan perak
terserah kepadamu dengan kontan dan juallah gandum dengan korma terserah
kepada mu dengan kontan dan juallah sha'r dengan korma terserah kepada mu
dengan kontan.
2. Sunah lain sabda nabi yuang mengatakan: emas dengan emas perak dengan
perak, gandum dengan gandum, sha'r dengan sha'r, korma dengan korma, dan
garam dengan garam, sebanding sama dan juga harus kontan. Karena itu,
apabila jenis ini berbeda, maka juallah sekehendakmu asalkan kontan. (HR.
Muslim).
3. Bahwa nabi Muhammad saw memperkerjakan seorang di daerah khaibar,
kamudian orang datang kepada beliau membawa korma yang baik, lalu beliau
bertanya "apa semua korma khaibar seperti ini? Orang itu menjawab tidak, demi
Allah wahai Rasulullah, kami mengambil (menukar) satu sha dari jenis ini
dengan dua sha jenis yang lain. Lalu Rasulullah bersabda; janganlah berbuat
begitu, juallah kurma yang jelek dengan dirham, kemudian belilah kurma
dengan dirhamn itu. (HR. Bukhari dan Muslim).
3-2. Penjelasan Mufassir
Menurut Muhammad Ali al-Shaubuni, bahwa semua bentuk riba hukumnya
haram. Beliau membantah terhadap orang yang berpendapat bahwa riba hanya terdapatpada perlipatan ganda; pertama, lipat ganda bukanlah sebuah syarat dan bukan juga Qayyid. Tujuan dari ungkapan ini, hanya mengungkapkan tentang betapa banyakjumlah orang arab pra-islam yang melakukan praktek riba semacam ini. Kedua, kaum muslim sudah sepakat (ijma) tentang pengharaman riba, baik sedikit ataupun banyak suatu preventif harus diusahakan jauh-jauh sebelumnya. Ketiga, ayat-ayatyang melarang riba tidak membedakan antara sedikit dengan banyak. Untuk menguatkan pendapat ini, ash-Shaubuni menulis ayat-ayat yang melarang riba dalam suratal-Baqarah dan al-Imran. Kemudian ditambah dengan hadis nabi yang diriwayatkan dari jabir bahwa "akan dilaknat orang-orang yang memakan, memberi, penulis dan sanksi dalam riba, dan mereka semua itu mempunyai hukuman atau status yang sama." Setelah menyimpulkan kajian ini, ash-Shabuni menulis rahasia pengharamariba yang menurutnya, minimal ada tiga; bagi diri sendiri, bagi masyarkat dan pemborosan, hitungannya dengan rahasia pertama, bagi diri sendiri, menurut al-Shaubuni,bahwa dengan riba akan membuat orang mempuyai sifat individualis, yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan kepentingan oranglain.dengan riba seseorang hanya senantiasa berpikir apa yang menguntungkan bagidirinyasendiri,tanpa berpikir apakah hal itu merugikan orang lain atau tidak.Hubungannya dengan efek negative kepada masyarakat yang ada di sekeliling
pelaku riba, bahwa dengan melakukan riba, akan memunculkan kebencian dan
permusuhan sebaliknya sifat saling tolong menolong dan cinta mencintai atau sayang
menyayangi akan musnah. Semantara agama sendiri senantiasa menganjurkan untuk
senantiasa saling tolong menolong dan sayang menyayangi antara sesama manusia.
Dengan demikian, efek negative melakukan riba, di dalam kehidupan masyarakat,
benar-benar bertentangan dengan tuntunan agama.
Sejalan dengan itu, pelaku riba ini menurut ash-Shaubuni, juga akan mempunyai
sifat pemborosan, sebuah sifat yang jelas-jelas dilarang oleh agama. Sebab itu sudah
menjadi kebiasaan, kalau seseorang mendapatkan harta dengan jalan yang mudah,
biasanya akan sangat mudah juga menghambur-hamburkannya, yang berarti akan
memunbuhkan sifat pemboros. Pengaharaman prilaku riba ekonomi yang mengandungmuatanribamunculsebagai konsekuensi dari kasus yang dipraktekkan masyarakatarabpra-Islam(jahilliayah) yang berakibat adanya penindasan sehingga muncul riba jahiliyah.Setelah mencatat beberapa riwayat yang menceritakan perilaku bangsa arab pra- islam, ash-Shaubuni mengatakan bahwa praktek riba yang diaklukan pra-Islam adalah adh'afan mudha'fah. Namun yang mengharamkan riba bukan Karena unsur itu, tetapi lebih karena adanya unsur penganiayan (dhulum). Hal ini dipertegas dengan surah al- Baqarah/279 (kalau kamu bertobat, maka bagi kamu pokok modal, dan janganlah menganiaya dan mau dianiaya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar